RSS

Sabtu, 31 Maret 2012

Sekilas tentang komunitas kami, Earth Hour

Bertepatan dengan polemik dan kisruh penolakan mahasiswa dan elemen masyarakat di seluruh penjuru nusantara terhadap rencana pemerintah menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM) dan kenakan tarif dasar listrik, bulan Maret ini masyarakat dunia kembali akan memperingati Satu Jam untuk Bumi (Earth Hour). Khususnya di Indonesia, tahun 2012 adalah tahun keempat penyelenggaraan Earth Hour dengan tema “Ini Aksiku! Mana Aksimu?”

Peringatan satu jam untuk bumi yaitu sebuah gerakan yang digagas Organisasi Konservasi Terbesar di dunia (World Wide Fund for Nature; WWF) dan dicanangkan sebagai hari bagi ikhtiar penyelamatan bumi dari kerusakan, berupa inisiatif global yang mengajak individu, praktisi bisnis, pemerintah, dan sektor publik lainnya di seluruh dunia untuk turut serta mematikan lampu (hanya) dalam satu jam, pada hari Sabtu, 31 Maret 2012 pukul 20.30 – 21.30 (waktu setempat).

Earth Hour sebenarnya bukanlah tentang pengurangan energi selama 60 menit, namun sebagai aksi ekspresi bahwa hal kecil yang dapat dilakukan seluruh lapisan masyarakat, dari golongan suku, agama, ras, usia, dan jenis kelamin apapun dengan dilakukan dalam skala besar dapat memberi perubahan pada dunia. Ide memadamkan lampu di Earth Hour sebagai sebuah gerakan hemat energi yang salah satunya disumbang oleh penggunaan perangkat listrik sehari-hari di rumah kita.

Contoh kecil menurut catatan yang dilaporkan WWF tahun 2008 bahwa berdasarkan hitungannya, kegiatan kecil mematikan lampu selama satu jam di wilayah Jakarta menghemat 10 persen dari konsumsi listrik rata-rata per jamnya atau sekitar 300 megawatt. Daya itu cukup untuk mengistirahatkan satu pembangkit listrik dan mampu menyalakan 900 desa. Dengan dukungan penuh masyarakat, program itu juga mampu mengurangi beban biaya listrik Jakarta sekitar Rp200 juta. Mengurangi emisi CO2 sekitar 284 ton. Menyelamatkan lebih dari 284 pohon, karena satu pohon bisa menghirup CO2 sebanyak satu ton sepanjang hidupnya dan menghasilkan O2 bagi 568 orang. 

Pada Tahun 2011 lalu, aksi Earth Hour ini diikuti 128 negara di seluruh dunia, menjangkau 4.616 kota, dan melibatkan 1,3 miliar orang. Ini menjadi aksi sukarela terbesar yang pernah disaksikan umat manusia (NGI, 2012).

Belajar dari China 

Listrik telah menjadi tolak ukur majunya suatu peradaban bagi masyarakat dunia termasuk Indonesia karena merupakan kebutuhan vital sebagai penggerak roda pembangunan masyarakat modern. Gerakan hemat energi tentu penting bagi segenap lapisan masyarakat, mengingat krisis energi terus membayang. Tentunya Earth Hour tidak bisa berhenti di satu jam saja, melainkan diharapkan bisa diadaptasi oleh pemerintahan di negara-negara partisipan untuk melanjutkan target efisiensi energi dan perubahan gaya hidup di kota-kota besar di dunia dengan konsumsi listrik tinggi, dan berusaha mengaitkannya dengan potensi sumber energi baru terbarukan yang lebih bersih dan berdampak minimal pada lingkungan.

Kita perlu belajar dari negeri tirai bambu, China, setelah membukukan pertumbuhan ekonomi yang mencengangkan dan menjadi salah satu negara berkembang pesat, telah mengembangkan listrik tenaga angin dan menuju negara ketiga terbesar listrik tenaga angin menggeser Spanyol setelah Amerika Serikat dan Jerman pada 2010. Niat China mengubah sebagian energi mereka yang sebelumnya merupakan negara berkembang pesat dengan ketergantungan pada batubara (saat ini masih diperkirakan 70 persen) menjadi energi ramah lingkungan didukung keputusan pemerintahnya mengadopsi ketentuan hukum yang mewajibkan kebutuhan industri-industri diperoleh dari sumber energi terbarukan.

Energi Ramah Lingkungan

Indonesia tergolong negara yang kaya sumber daya alamnya, namun terjadi kesalahan kebijakan pengelolaan. Produksi minyak nasional terus menurun seiring bertambahnya usia sumur-sumur minyak yang ada. Di lain pihak, kebutuhan bahan bakar minyak di kalangan masyarakat kian tinggi sebagai dampak pesatnya pertumbuhan ekonomi. Akibatnya, Indonesiapun kini menjadi importir minyak.

Peluang pengembangan energi alternatif di Indonesia cukup besar, karena banyak potensi alam atau hayati yang bisa dimanfaatkan. Kekayaan gas alam dan batu bara melimpah, sinar matahari memancar sepanjang tahun, serta kekayaan sumber daya alam terbarukan yang tersedia dalam jumlah yang tak terhingga. Luas permukaan laut dipanaskan secara terus-menerus dengan bantuan sinar matahari, sekitar 90 persen dari energi matahari yang menyinari lautan ditampung oleh laut. Energi radiasi sinar mataharitersebut dapatmenghasilkan tenaga listrik yang dikenal dengan Ocean Thermal Energy Conversion, namun belum termanfaatkan secara optimal. 

Di Indonesia yang terletak di lajur sabuk gunung api, energi panas bumi (geotermal) sebagai sumber energi terbarukan saat ini belum termanfaatkan dengan baik. Sebagian besar sumber energi geotermal hanya dimanfaatkan sebagai objek wisata. Padahal, dengan meningkatnya kebutuhan energi dunia ditambah semakin tingginya kesadaran akan kebersihan dan keselamatan lingkungan, maka energi geotermal akan mempunyai masa depan yang cerah. Energi panas bumi di Indonesia mempunyai potensi 29.038 MW atau setara 1,1 juta barrel minyak per hari (sekitar 40 persen dari potensi dunia) namun hingga kini baru termanfaatkan 1,196 MW atau sekitar 4,1 persen dari total potensi di bawah Filipina  yang mencapai 2.000 MW dan Amerika Serikat  yang sampai 4.000 MW

Kampanye menyeluruh  untuk melawan pemanasan global dan kesadaran untuk berperan aktif melakukan hal kecil dan berpartisipasi mematikan lampu “satu jam untuk bumi” hanyalah contoh kecil upaya efisiensi energi sudah dilakukan namun memberikan suatu manfaat perubahan yang besar bagi ketahanan energi dan kelangsungan hidup planet  bumi. Tentunya upaya tersebut masih perlu ditingkatkan dan perlu mengingatkan semua orang bahwa bergaya hidup hemat energi tidak hanya dengan berpartisipasi di “satu jam untuk bumi” saja, tetapi aksi kecil ini harus terus dilakukan setiap hari sehingga membantu menyelamatkan masa depan bumi dan mahkluk hidup.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar