Hasil Observasi Inovasi Program ESP pada Mata Pelajaran
Bahasa Inggris di SMA Negeri 39 Jakarta Timur
Untuk Memenuhi Tugas Akhir Mata Kuliah Difusi Inovasi
Pembelajaran
Oleh
Ayu Sityamurti
1215101945
Teknologi Pendidikan
Universitas Negeeri Jakarta
Profil Sekolah
Nama
Sekolah : SMA Negeri 39 Jakarta
Alamat : Jl.RA. Fadillah Komp.Kopassus Jakarta Timur
Kepala
Sekolah : Drs. Didih
Hartaya
Mata
Pelajaran : Bahasa
Inggris
Guru
Mata Pelajaran : Drs. Lasmer
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana
pelaksanaan inovasi program English Special Purpose (ESP) yang dilakukan oleh
Sekolah Menengah Atas Negeri 39 Jakarta
sebagai sekolah berstandar perintisan internasional, serta sejauh mana ESP itu
dapat mencapai tujuannya.
Latar Belakang
English For Specific Purposes (ESP) atau
Bahasa Inggris untuk tujuan khusus adalah
suatu pendekatan baru dalam
pengajaran dan penggunaan BahasaInggr is untuk bidang dan kajian khusus yang sesuai dengan kebutuhan
bidang ilmu dan profesi pengguna Bahasa Inggris tersebut. Bidang ilmu dan profesi tersebut misalnya Bahasa Inggris
untuk ilmu hukum, kedokteran, teknik mesin,ekonomi,
atau maritim dan lain sebagainnya. Robinson selanjutnya mengatakan “It (here ESP) is
generally used to refer to the teaching and learning of a foreign language for a clearly itilitarian purpose of
which there is no doubt.”
Robinson selanjutnya mengatakan bahwa ada tiga ciri utama ESP yang membedakannya
dengan General English atau English
a Foreign Language (EFL) atau
English as a Mother Tongue ( EMT). Ketiga karakteristik tersebut
adalah :
1.
ESP
adalah pembelajaran yang berorientasi tujuan (goal oriented).Dalam konteks ini,
pembelajar belajar Bahasa Inggris bukan karena alasan ingin tahu bahasa
itu sebagai bahasa dan budaya yang terkandung
di dalamnya, tetapi pembelajar
belajar ESP karena memiliki tujuan
khusus, tertentu dan spesifik dalam
bdang akademik dan profesi yang satu
dengan yang lainnya.
2.
Substansi ESP dirancang dan dikembangkan
berdasarkan konsep analisis kebutuhan (need analysis). Konsep analisis kebutuhan
bertujuan untuk mengkhususkan dan mengkaitkan
serta mendekatkan apa yang
dibutuhakan pembelajar baik dalam bidang akademik maupun profesi.
3.
ESP lebih
ditujukan pada pembelajar dewasa daripada anak atau remaja. Hal ini logis
karena ESP umumnya diajarkan
pada tingkatan akademik menengah dan tinggi dan profesional atau
tempat kerja.
Program English Special Purpose (ESP) adalah bagian
dari kegiatan pembelajaran pada mata pelajaran Bahasa Inggris di SMA Negeri 39.
Program ini dibuat bertujuan untuk membantu para peserta didik mempermudah
pelafalan Bahasa Inggris dikeseharian peserta didik. Pada konteks ini, Guru
yang mengajar Bahasa Inggris dengan guru yang memberikan materi ESP adalah guru
yang sama. Guru mata pelajaran Bahasa Inggris, Drs. Lasmer mengatakan bahwa
pada awalnya sebelum diterapkan program ESP masih banyak masalah pada murid
dalam penyerapan materi, seperti :
·
Peserta didik tidak
terbiasa mengucapkan kata-kata bahasa Inggris.
·
Peserta didik
lamban menyerap materi pronoun dan sebagainya karena tidak terbiasa berdialog
menggunakan bahasa inggris.
·
Peserta didik susah
menghafal pola tenses karena guru hanya memberikan materi dan contoh yang
sedikit.
Program ESP sendiri adalah sebuah program muatan lokal yang
mendasari pola pembelajaran collaborative learning dimana siswa dituntut
berperan aktif. Waktu pengajarannya berbeda dengan pelajaran Bahasa Inggris itu
sendiri(diluar pelajaran bahasa inggris). Waktu belajarnyapun juga lebih
sedikit 10 menit dibanding dengan Bahasa Inggris.
Pada Program ESP di SMA Negeri 39 ini, ada suatu kajian
ilmu khusus yang dimasukan kedalam pembelajaran ESP, yaitu bidang Kebudayaan
Jakarta pada kelas X, Kebudayaan Daerah pada kelas XI dan Kebudayaan Dunia pada
kelas XII.
Disetiap bab materi, siswa dituntut untuk membuat suatu
mini drama menggunakan bahasa inggris yang pertama-tama dijelaskan terlebih
dahulu secara singkat materi apa yang akan dipelajari (summary) dan dimasukan
kedalam mini drama tersebut, pada intinya siswa diajak untuk terbiasa dalam
lingkungan yang berbahasa inggris. Lama-kelamaan siswa sangat terbiasa dengan
hal tersebut. Kemudian pada akhir semester, diadakan test untuk berdialog
dengan duta asing yang berkerjasama dengan pihak sekolah untuk menguji
kelancaran pronoun siswa. Hasil evaluasi juga dapat ditentukan oleh test TOEFL
yang diadakan di akhir tahun ajaran.
Penjabaran
berdasarkan Karakteristik Inovasi :
- Keunggulan relatif (relative advantage)
Keunggulan relatif adalah
derajat dimana suatu inovasi dianggap lebih baik atau unggul dari yang pernah
ada sebelumnya. Hal ini
dapat diukur dari beberapa segi, seperti segi eknomi, prestise sosial,
kenyamanan, kepuasan dan lain-lain. Semakin besar keunggulan relatif dirasakan
oleh pengadopsi, semakin cepat inovasi tersebut dapat diadopsi.
Program English Special
Purpose (ESP) dirasakan lebih baik atau unggul dibandingkan dengan program
dampingan Bahasa Inggris lainnya, yang selama ini dilakukan oleh seorang guru
di depan kelas. Selain itu, Program ESP juga lebih memiliki daya tarik bagi
siswa karena mereka dilibatkan langsung dalam proses pembelajaran, tidak pasif
hanya duduk dan mendengarkan saja. Keunggulan lainnya yaitu melalui Program ESP
akan mempermudah guru dalam menyampaikan materi yang dikemas secara singkat dan
jelas tanpa harus memaparkan panjang lebar materi di depan kelas, karena yang
lebih banyak bertindak dalam proses pembelajaran adalah siswa.
- Kompatibilitas (compatibility)
Kompatibilitas
adalah derajat dimana inovasi tersebut dianggap konsisten dengan nilai-nilai
yang berlaku, pengalaman masa lalu dan kebutuhan pengadopsi. Sebagai contoh,
jika suatu inovasi atau ide baru tertentu tidak sesuai dengan nilai dan norma
yang berlaku, maka inovasi itu tidak dapat diadopsi dengan mudah sebagaimana
halnya dengan inovasi yang sesuai (compatible).
Program ESP sudah
sesuai dengan Undang-Undang RI Nomor
20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Bab II Pasal 3 yang
menjelaskan bahwa salah satu fungsi pendidikan adalah ‘mengembangkan
kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam
rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi
peserta didik……’ metode ini dirasa mampu membantu pembentukan watak peserta
didik serta perkembangan potensi yang dimilikinya. Program ESP dianggap sesuai
dengan nilai-nilai yang berlaku.
- Kerumitan (complexity)
Kerumitan adalah derajat
dimana inovasi dianggap sebagai suatu yang sulit untuk dipahami dan digunakan. Beberapa
inovasi tertentu ada yang dengan mudah dapat dimengerti dan digunakan oleh
pengadopsi dan ada pula yang sebaliknya. Semakin mudah dipahami dan dimengerti
oleh pengadopsi, maka semakin cepat suatu inovasi dapat diadopsi.
Inovasi ini dengan mudah dapat dimengerti dan
digunakan oleh para pengadopsi alias guru sebagai pendidik. Ini terbukti dengan
tanggapan dari siswa dan guru yang sudah menerapkannya dalam proses
pembelajaran di kelas. Siswa yang awalnya tidak menyukai pelajaran Bahasa Inggris,
dengan menerapkan metode ini menjadi lebih tertarik dengan Bahasa Inggris.
- Kemampuan diujicobakan (trialability)
Kemampuan untuk diujicobakan
adalah derajat dimana suatu inovasi dapat diuji-coba batas tertentu. Suatu
inovasi yang dapat di uji-cobakan dalam setting sesungguhnya umumnya akan lebih
cepat diadopsi. Jadi,
agar dapat dengan cepat diadopsi, suatu inovasi sebaiknya harus mampu
menunjukan (mendemonstrasikan) keunggulannya.
Program ESP sudah diujicobakan baik di kelas X, XI maupun XII SMAN 39
Jakarta dan
terbukti cukup efektif dalam memecahkan masalah belajar, para guru
yang mengajar Bahasa Inggris merasa
Program ESP telah
memberikan solusi yang luar biasa dalam proses pembelajaran. Siswa juga
merasakan kemudahan dalam menerima materi pelajaran Tenses Bahasa Inggris yang
dianggap sulit menjadi lebih mudah untuk dipajami.
- Kemampuan diamati (observability)
Kemampuan untuk diamati
adalah derajat dimana hasil suatu inovasi dapat terlihat oleh orang lain.
Semakin mudah seseorang melihat hasil dari suatu inovasi, semakin besar
kemungkinan orang atau sekelompok orang tersebut mengadopsi.
Program ESP dapat diamati secara langsung teknis prakteknya di kelas X, XI maupun
XII yang sedang melaksanakan program ESP pada hari itu di SMAN 39 Jakarta. Jadi dapat dikatakan bahwa
semakin besar keunggulan relatif; kesesuaian (compatibility); kemampuan untuk
diuji cobakan dan kemampuan untuk diamati serta semakin kecil kerumitannya,
maka semakin cepat kemungkinan inovasi tersebut dapat diadopsi.
Poses Difusi inovasi
Elemen difusi inovasi yaitu:
·
Inovasi itu sendiri, dalam hal ini inovasi yang akan didifusikan yaitu
penggunaan ESP untuk pembelajaran Bahasa Inggris.
·
Saluran komunikasi yang digunakan yaitu saluran komunikasi
intrapersonal, Karena siswa adalah orang yang mendifusikannya masing-masing,
mereka dengan sadar menerapkan sendiri ESP yang sudah diajarkan kedalam
pelajaran Bahasa Inggris.
·
Waktu, pendifusian dilakukan
dalam kurun waktu 3 tahun, selama siswa berada di bawah asuhannya dalam mata
pelajaran Bahasa Inggris.
·
Sistem sosial yang menjadi target pendifusian inovasi yaitu kelas Bahasa
Inggris di bawah asuhan Drs.Lasmer
Dalam kasus ini
sistem difusi yang digunakan yaitu sistem desentralisasi, sebab penentuan
tentang berbagai hal seperti: kapan dimulainya difusi inovasi, dengan saluran
apa, siapa yang akan menilai hasilnya, dan sebagainya, dilakukan oleh semua
siswanya masing-masing.
Penjabaran berdasarkan Proses Pengambilan Keputusan Inovasi :
1. Tahap Pengetahuan (knowledge)
Sebagai seseorang guru,
Drs. Lasmer memiliki kedudukan sebagai opinion leader di dalam kelas, sebab
inovasi ini merupakan inovasi pada level kelas, sehingga Beliau memiliki
wewenang penuh terhadap siswanya. Beliau mulai memberikan informasi seputar Program ESP yang akan diterapkan ke
dalam kelas yang diajar kepada calon adopter yaitu seluruh siswa asuhannya,
sehingga calon adopter memiliki gambaran mengenai teknis pelaksanaan ESP.
2. Tahap Persuasi (persuasion)
Pada tahap ini guru menghimbau para calon adopter
(siswa) untuk mencoba menerapkan hasil belajar ESP selama proses pembelajaran Bahasa
Inggris berlangsung, serta menjelaskan manfaat yang akan diperoleh, sehingga
akan membangun kesadaran dalam diri siswa untuk berperilaku sebagai active
learner.
3. Tahap Pengambilan Keputusan
(Decision)
Pada tahap ini
individu akan memutuskan untuk mengadopsi atau tidak suatu inovasi. Dalam hal
ini inovasi yang didifusikan berasal dari orang yang memiliki wewenang penuh
terhadap calon adopter yaitu guru, sehingga dapat dikatakan proses difusi inovasi
yang berlangsung bersifat otoritas. Otoritas adalah keputusan
yang dipaksakan kepada seseorang (siswa) oleh individu yang berada dalam posisi
atasan (guru). Maka seluruh siswa mau tidak mau harus
mengadopsinya. Namun proses keputusan ini berlangsung secara bertahap.
4. Tahap Pelaksanaan (implementation)
Pada tahapan ini siswa sebagai adopter mulai
menerapkan ESP sesuai dengan teknik pelaksanaan atau prosedur yang telah
dijelaskan oleh sang guru (pada tahap pengetahuan). Di awal pelaksanaan masih
banyak miss komunikasi yang terjadi, misalnya ada siswa yang salah masuk
kelompok atau masih ada siswa yang kebingungan mengenai metode pembelajaran
ini. Namun secara keseluruhan proses pembelajaraan berjalan dengan baik.
5.
Tahap Konfirmasi (Confirmation)
Pada tahapan konfirmasi siswa sebagai adopter
menyadari bahwa banyak manfaat yang didapat selama menerapkan ESP dalam
pelajaran Bahasa Inggris, diantaranya mereka menjadi lebih aktif selama di
kelas.
Sumber:
Drs. Lasmer (Selaku guru Bahasa Inggris dan ESP SMA
Negeri 39 Jakarta)
(Strevens,1988) Kristen Gatehouse. Key Issues in
English for Specific Purposes (ESP)Curriculum Development oleh Kristen Gatehouse
http/www.khe-service.com/7/26/2009
http://www.scribd.com/doc/53614308/15/Pengertian
Tidak ada komentar:
Posting Komentar