Jakarta - Mahasiswa Pertanian Universitas Gadjah Mada (UGM) mampu mengembangkan limbah salah pondoh menjadi bioethanol. Bioethanol itu sudah dicoba untuk menyalakan sebuah kompor gas dan berhasil menyala dengan baik.
Kabupaten Sleman terutama di Kecamatan Turi dikenal sebagai sentra salah pondoh yang dikirimkan di berbagai wilayah di Indonesia, bahkan diekspor hingga Cina, Malaysia dan Singapura. Namun diperkirakan sekitar 5 persen dari salah pondok yang dihasilkan, ada yang tidak laku dijual akibat busuk.
Selama ini berton-ton salak pondok yang busuk oleh para petani hanya dibuang percuma atau menjadi sampah.
Adhita Sri Prabakusuma, mahasiswa jurusan Budidaya Pertanian Fakultas Pertanian UGM bersama anggota tim peneliti dan warga Dusun Ledoknongko, Desa Bangunkerto, Turi berhasil memanfaatkan limbah salah pondoh menjadi barang yang berguna yaitu bioethanol.
Bioethanol ini tidak hanya untuk bahan bakar kompor, tapi juga bisa
dipasarkan ke apotik atau laboratorium. Saat ini harga jualnya bisa mencapai Rp 20 ribu hingga Rp 30 ribu per liter.
"Kami ingin memberikan pengetahuan pada petani salak, bahwa limbah salak itu masih punya nilai ekonomis, tidak dibuang percuma jadi sampah. Tapi bisa dibuat bioethanol dengan nilai jual tinggi," kata Praba kepada wartawan, Selasa (12/10/2010).
Menurut dia, sekitar 10 kilogram salak bisa menghasilkan 1 liter bioethanol. Namun sebelumnya limbah salak tersebut difermentasikan dahulu selama satu minggu dengan menambah ragi dan urea.
Caranya kata Praba, cairan fermentasi salak pondok terlebih dulu dipanaskan dengan suhu 70 derajat pada tabung destilasi atau menggunakan alat destilator. Hasil pemanasan ini bisa nantinya menghasilkan bioethanol. Cairan bioethanol kemudian dimasukkan dalam botol plastik dengan selang pipa dan ditutup rapat.
"Cairan kemudian dialirkan ke kompor gas dengan cara disuntik," kata Praba yang pernah diundang mempresentasikan hasil penelitiannya dalam International Agriculture Symposium di Malaysia beberapa waktu yang lalu.
Menurut dia, limbah salak yang tidak layak jual di Dusun Ledoknongko setiap bulan saat musim panen bisa mencapai 1-3 ton. Salak-salak busuk yang terbuang percuma itu bisa menjadi bioethanol. Sisa hasil destilasi berupa ampas, bisa dibuat pupuk organik untuk pertanian.
Dia kersama kelompok tani salak pondok "Si Cantik" Dusun Ledoknongko terus
mensosialisasikan pemanfaatan limbah salak pondoh tersebut. Meski diakui masih ada beberapa hambatan dari kalangan petani sendiri.
"Kami bersama Pak Purwanto Ismaya ketua kelompok terus mensosialisaikan
teknologi baru, meski agak sulit karena masih dinilai kurang ekonomis. Kami ingin agar limbah salak ini tidak dianggap sebagai sampah saja, tapi sebagai hal bermanfaat dan potensial untuk sumber penghasilan tambahan," katanya.
Rabu, 13 Oktober 2010
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar